Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan dapat digolongkan menjadi 2, yaitu infeksi dan intoksikasi. Infeksi terjadi bila setelah mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung mikroorganisme patogen hidup, kemudian timbul gejala-gejala penyakit. Ada pun keracunan makanan terjadi apabila di dalam makanan terdapat racun, baik racun kimiawi maupun intoksikasi.
Intoksikasi adalah keracunan yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang mengandung senyawa beracun. Senyawa beracun tersebut dapat berasal dari tanaman atau hewan yang terdapat secara alamiah atau diproduksi oleh mikroba pada bahan pangan. Berikut disajikan skema jenis penyakit yang ditimbulkan melalui makanan.
Penyakit yang ditularkan melalui makanan tersebut dapat menyebabkan penyakit yang ringan maupun yang dapat mengakibatkan kematian. Besarnya dampak terhadap kesehatan belum diketahui, karena hanya sebagian kecil dari kasus-kasus yang akhirnya dilaporkan ke pelayanan kesehatan dan jauh lebih sedikit lagi yang diselidiki. Kasus-kasus yang dilaporkan di negara maju diperkirakan hanya sekitar 5 – 10 %, sedangkan di banyak negara berkembang data kuantitatif yang dapat diandalkan pada umumnya sangat terbatas.
Kasus keracunan makanan yang terjadi di Amerika Serikat sebanyak 77 % disebabkan oleh makanan yang diproduksi oleh industri katering/jasa boga, 20 % kasus disebabkan makanan yang dipersiapkan di rumah, dan hanya 3 % kasus disebabkan oleh makanan yang diproduksi oleh industri pangan.
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam makanan, racun alamiah yang terdapat dalam jaringan tanaman atau hewan dan bahan kimia beracun yang terdapat dalam makanan.
[box]Intoksikasi oleh mikroorganisme[/box]
Mikroorganisme yang dapat menghasilkan racun dalam makanan dapat berasal dari bakteri seperti Clostrodium botulinum, Staphylococus aureus, Pseudomonas cocovevenans; kapang/jamur yang disebut dengan mikotoksin. Berikut diuraikan spesifikasi masing-masing.
Clostridium botulinum
Racun yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum adalah neurotoksin/botulinin. Bakteri Clostridium botulinum dapat membentuk spora yang sangat tahan panas. Bakteri ini ditemukan pada makanan kaleng yang proses pemanasannya tidak memadai. Makanan kaleng yang sering menyebabkan botulism adalah makanan yang berasam rendah dan sedang seperti buncis, jagung manis, bit, asparagus dan bayam. Botulism mungkin juga terjadi pada ikan asap.
Berdasarkan perbedaan sifat antigenik dari racun botulinin yang dihasilkan, C. botilinum dibedakan menjadi 7 tipe, yaitu A, B, C, D, E, F, dan G. Galur yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah tipe A, B, E, dan tipe F, sedangkan tipe C dan D menyebabkan penyakit pada bangsa burung dan mamalia selain manusia. Tipe G belum diketahu apakah menyebabkan penyakit.
Dosis yang fatal dari racun botulinin biasanya ditetapkan secara relative berdasarkan dosis yang mematikan (lethal dose) dari tikus yaitu MLD (Mouses Lethal Dose) per kg berat badan, manusia umumnya lebih sensitif daripada kera. Dosis yang fatal untuk kera disajikan pada tabel berikut :
Jenis Toksin Botulinin |
MLD/kg berat badan |
Toksin A |
180 |
Toksin B |
650 |
Toksin C1 |
250.000 –1.000.000 |
Toksin C2 dan E |
1.500 – 2.500 |
Toksin D |
600.000 |
Toksin F |
50.000 – 75.000 |
Sumber : Supardi dan Sukamto (1999)
Keracunan yang ditimbulkannya disebut botulism. Racun yang diproduksi sangat berbahaya bagi manusia, dan dapat menyebabkan kematian. Gejala botulism timbul dalam 12 – 36 jam, dengan tahapan : 1) gangguan pencernaan yang akut, mual, muntah-muntah, diare, fatig (lemas fisik dan mental), pusing dan sakit kepala, 2) pendangan berubah menjadi dua, sulit menalan dan berbicara, 3) Kelumpuhan otot yang menyebar pada sistem pernafasan dan jantung, serta kematian akibat kesulitan bernafas.
Tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya keracunan botulism adalah : 1) menggunakan proses pemanasan yang sudah diuji untuk makanan kaleng, 2) membuang makanan kaleng yang menggembung atau yang rusak kemasannya, 3) tidak mencicipi makanan yang diragukan, 4) menghindari mengkonsumsi makanan yang telah dimasak, dibiarkan dan tidak dipanaskan kembali dan 5) mendidihkan makanan kaleng, terutama yang memiliki pH di atas 4,5, selama paling sedikit 15 menit.
Staphylococcus aureus
Bakteri ini ditemukan pada manusia, terdapat pada ingus dan dahak, tangan dan kulit, pada luka yang terinfeksi, serta pada bisul dan jerawat. Staphylococcus aureus ditemukan pula pada feses dan rambut. Diperkirakan bakteri ini terdapat pada 20 % orang dengan kesehatan yang tampaknya baik. Makanan dapat terkontaminasi bakteri Staphylococcus aureus setelah proses pemasakan dari pekerja yang terinfeksi. Makanan yang sering menimbulkan keracunan adalah makanan-makanan panggang yang berisi krim, ham dan daging unggas, daging dan produknya, susu dan produknya, salad, pudding, serta makanan yang mengandung protein tinggi lainnya.
Racun yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus adalah enterotoksin, pada suhu 15,60C-46,10C, dan produksi terbaik pada 400C. Racun ini tahan panas dan masih dapat aktif setelah dipanaskan selama 1 jam pada suhu 1000C. Waktu inkubasi 1–8 jam, dan paling sering antara 2–4 jam. Gejala keracunan adalah banyak mengeluarkan ludah, mual, muntah, kejang perut, diare berdarah dan mengandung lendir, sakit kepala, kejang otot, berkeringat dingin, lemas, nafas pendek dan suhu tubuh di bawah normal. Gejala keracunan akan hilang setelah 1–2 hari, dan jarang menyebabkan kematian.
Pencegahan keracunan dapat dilakukan dengan : 1) menghindari pekerja yang sedang sakit dalam proses pengolahan makanan, dan menerapkan hygiene perorangan yang baik 2) mendinginkan dengan segera semua bahan makanan, baik mentah maupun masak (dibawah suhu 6–70C dan menurunkan pH, 3) melakukan pemanasan yang memadai pada makanan.
Pseudomonas cocovenenans
Bakteri Pseudomonas cocovenenans sering menyebabkan keracunan karena mengkonsumsi tempe bongkrek. Tempe bongkrek adalah makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari kelapa dan difermentasi dengan jamur tempe (Rhizopus sp). Bakteri ini dapat menghasilkan 2 macam racun, yaitu toksoflavin dan asam bongkrek. Pseudomonas cocovenenans dapat memecah minyak kelapa dengan memproduksi enzim yang dapat menghidrolisa gliserida menjadi gliserol dan asam lemak. Gliserol selanjutnya diubah menjadi toksoflavin, sedangkan asam lemak, terutama asam oleat diubah menjadi asam bongkrek yang tidak berwarna. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat antibiotik terhadap jamur tempe, sehingga kontaminasi bakteri ini dapat ditandai dengan hasil fermentasi tempe yang tidak baik, karena pertumbuhan jamur terganggu.
Toksoflavin merupakan suatu antibiotika yang keaktifannya telah terbukti terhadap beberapa mikroba. Toksoflavin sangat efektif menghambat pertumbuhan beberapa bakteri seperti E. coli, S. aureus, Shigella, dan Bacillus subtilis, tetapi kurang efektif terhadap Pseudomonas dan Proteus.
Tikus yang disuntik dengan 5 – 10 mg toksoflavin ke dalam tubuhnya akan mati dalam waktu satu jam, tetapi jika toksoflavin tersebut diberikan melalui mulut (per oral) ternyata kurang beracun. Kera dengan berat badan 1 kg yang diberi 1–2 mg toksoflavin hanya akan merasa pusing dan mengantuk, kemudian akan normal kembali setelah 12 jam. LD-50 secara oral 8,4 mg/kg.
Toksin asam bongkrek merupakan toksin yang tidak berwarna dan sangat berbahaya bagi manusia. Di samping itu asam bongkrek merupakan antibiotik yang sangat aktif terhadap kapang Rhizopus sp, P. glaucum, Cladosporium cucumerinum, S. cerevisiae dan B. subtilis. Kera dengan berat badan 1 – 2 kg yang diberi 1 – 1,5 mg asam bongkrek dalam bentuk garam natrium yang tidak murni, melalui mulut dapat menyebabkan kematian. Asam bongkrek lebih beracun daripada toksoflavin.
Asam bongkrek dapat mengganggu metabolisme glikogen dengan mobilisasi glikogen dari hati sehingga terjadi hiperglikemia (peningkatan kadar gula di dalam darah). Setelah persediaan glikogen di dalam hati dan otot habis, akan menjadi hipoglikemia (kadar gula dalam darah menurun) dan akhirnya menimbulkan kematian. Konsumsi toksin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 4 hari. Dosis fatal (LD50) adalah 1 – 1,5 mg/kg bb monyet atau 1,41 mg/kg bb tikus.
Untuk mencegah pertumbuhan Pseudomonas cocovenenans dapat dilakukan dengan menurunkan pH ampas kelapa yang akan difermentasi menjadi 5,5 atau di bawahnya, dan menambahkan daun cilincing. Di samping itu pencegahan sebelum pengolahan dengan penggunaan bahan-bahan mentah yang bersih dan bebas dari kontaminasi mikroba, dan perlu diperhatikan kebersihan ruang, peralatan dan higiene perorangan.
[box]Racun dalam jamur / kapang[/box]
Beberapa jenis jamur atau kapang yang mengkontaminasi makanan dapat memproduksi racun disebut dengan mikotoksin. Mikotoksin dapat menimbulkan penyakit yang sifatnya kronis atau menahun. Toksin ini berbahaya bagi hewan atau manusia karena bersifat karsinogenik atau memacu timbulnya kanker dan mutagenik yang menyebabkan terjadinya mutasi genetik. Sedangkan racun dari bakteri bersifat akut, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Lebih dari 300 mikotoksin telah diidentifikasi tetapi hanya sedikit yang tampak dalam makanan dan hidup dengan kadar yang cukup untuk menimbulkan masalah.
FAO telah memperkirakan sekitar 25 % makanan di dunia secara signifikan terkontaminasi mikotoksin. Mikotoksin dihasilkan oleh jamur yang menyerang hasil pertanian, terutama serealia dan biji-bijian yang mengandung minyak, selama pertumbuhan dan penyimpanan pasca panen. Kebeadaan mikotoksin akibat interaksi yang rumit antara organisme toksinogenik, tanaman penjamu, dan beberapa faktor lingkungan seperti suhu, uap air dan penyimpangan.
Mikotoksin juga ditemukan dalam susu, daging, dan produk olahannya akibat hewan penghasilnya mengkonsumsi makanan yang mengandung mikotoksin. Mikotoksin tidak terpengaruh oleh perlakuan pasteurisasi dan tetap dapat ditemukan dalam produk seperti yogurt, keju, dan krim. Beberapa jenis mikotoksin beserta karakteristiknya disajikan pada tabel berikut :
JENIS MIKOTOKSIN |
SUMBER PANGAN |
SPESIES UMUM YANG MEMPRODUKSI |
AKTIVITAS BIOLOGIS |
LD50 (mg Kg-1) |
Aflatoksin | Jagung, kacangtanah, kurma,
susu dan produknya |
Aspergillus flavusAspergillus parasiticus
|
Hepatotoksik,karsinogenik | 0,5 (anjing)9,0 (mencit)
|
Patulin | Jus apel, buahpomme yg rusak | Penicillium expansum | Edema, hemoragi,kemungkinan
karsinogenik |
35 (mencit) |
Cycloplazonicacid | Keju, jagung, kctanah, rodo
millet |
Aspergillus flavusPenicillium
Aurantiogriseum
|
kejang | 36 (tikus) |
Deoksinivalenol | sereal | Fusarium graminerumFusarium culmorum | Muntah,menolak makan | 70 (mencit) |
Toksin T-2 | Sereal | Fusariumsporotrichiodes | Alimentary toxicaleukia | 4 (tikus) |
Ergotamin | Rye (sejenisgandum) | Claviceps purpurea | neurotoksin | |
Fumonisin | jagung | Fusarium moniliforme | Equineencepalomalasia,
edema paru pada babi, karsinoma esofagus |
|
Okratoksin | Jagung, sereal,biji kopi
|
Penicillium verrucosumAspergillus achraceus | nefrotoksik | 20 –30 (tikus) |
Panitrem A | kenari | Penicilliumaurantigriseum | tremorgen | 1,05 (mencit) |
Sterigmatocystin | Sereal, biji kopi,keju | Aspergillus versicolor | Hepatotoksik,karsinogenik | 166 (tikus) |
Tenuazonic acid | Pasta tomat | Alternaria tenuis | Kejang,hemoragi | 81 (mencit betina)186 (mencit jantan) |
Zearalenon | Jagung, gandum | Fusarium graminerum | oestrogenik | Tidak toksik akut |
Sumber : Adams dan Motarjemi (2004)
[box]Intoksikasi karena Racun Alami[/box]
Intoksikasi dapat terjadi karena mengkonsumsi jaringan tanaman mau pun hewan yang secara alamiah mengandung racun. Tanaman yang mengandung diantaranya singkong, kentang, tomat, kacang-kacangan, biji jengkol, dll. Sedangkan hewan yang mungkin mengandung racun adalah ikan dan telur.
Glikosida alkaloid steroidal
Racun glikosida alkaloid steroidal atau disebut solanin terdapat pada kentang, terong dan tomat. Kentang yang mengandung solanin tinggi ditandai oleh rasanya yang pahit, warna kulit hijau karena penyimpanan terkena langsung dengan sinar matahari dan ada lingkaran coklat pada daging kentang. Solanin berbahaya bila kadarnya melebihi 200 µg/g bahan segar dan dapat menyebabkan kematian. Gejala keracunan solanin adalah gangguan pencernaan seperti mual, muntah dan diare dan pendarahan dalam pencernaan.
Glikosida sianogenik
Racun glikosida sianogenik terdapat pada ketela pohon varietas tertentu, biji buah-buahan seperti apel, almond pahit, lemon, pear dan peach. Racun ini juga ditemukan pada lima beans, rebung, shorgum dan jagung. Hasil hidrólisis senyawa glikosida sianogenik adalah hidrogen sianida (HCN) yang beracun.
Tanda-tanda keracunan adalah respirasi dirangsang, menggigil, nafas sakit, kejang-kejang, lemah, koma dan dapat menyebabkan kematian. Dosis yang dapat mematikan adalah 2 – 3 mg/kg BB. Pencegahan keracunan dapat dilakukan dengan merendam bahan makanan dalam air mengalir, pemanasan basah dan dengan cara fermentasi. Di samping itu proses penjemuran pada sinar matahari dapat menguraikan HCN sampai 80 %. Konsentrasi HCN di kulit singkong dapat mencapai 15 kali lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi HCN di daging umbi singkong, sehingga apabila akan diolah perlu dilakukan pengupasan terlebih dahulu.
Hemaglutinin
Racun hemaglutinin terdapat pada kacang-kacngan seperti kedelai dan kacang merah. Hemaglutinin yang paling beracun terdapat pada buah jarak yang disebut dengan ricin. Hemaglutinin membahayakan manusia karena dapat menggumpalkan sel darah merah sehingga mengakibatkan berkurangnya zat gizi yang diserap oleh dinding usus. Hemaglutinin bersifat tidak tahan terhadap pemanasan sehingga aktivitasnya dapat dihilangkan dengan pemasakan.
Myristin
Racun myristin terdapat pada biji pala. Dosis tinggi racun ini akan menyebabkan keracunan dengan gejala yang sama dengan mabuk karena narkotika atau alkohol. Bila dosisnya sangat tinggi dapat merusak hati dan menimbulkan kematian.
Asam jengkolat
Racun asam jengkolat terdapat pada biji jengkol, sebanyak 1 – 2 % dari berat bijinya. Biji yang berwarna hitam kecoklatan kadar asam jengkolat yang lebih tinggi, yakni 3 – 4 %. Asam jengkolat dapat menyebabkan gangguan air seni. Asam jengkolat tidak berbahaya bila pH urin basa (pH urine normal 6,4), karena asam jengkolat akan larut dan keluar bersama air seni. Apabila pH urine bersifat asam maka asam jengkolat akan mengkristal di dalam ginjal dan mengakibatkan gangguan dalam pembuangan air seni.
Keracunan asam jengkolat dapat disebabkan karena 1) terlalu banyak mengkonsumsi jengkol, b) cara penyediaan atau pengolahan yang kurang tepat, 3) dikonsumsi bersama pangan lain terutama yang bersifat asam, 4) tingkat kepekaan seseorang, dan 5) varietas jengkol yang dikonsumsi. Cara untuk menurunkan asam jengkolat adalah dibuat jengkol sepi dengan cara ditanam di dalam tanah selama sekitar 1 minggu, dan dibuat kripik jengkol.
Nitrit
Racun nitrit dapat mengakibatkan keracunan terdapat pada bayam. Sayuran bayam yang diberi pupuk nitrat akan meningkatkan kadar nitratnya. Sayuran tersebut apabila dimakan, nitrat akan diubah menjadi nitrit. Di samping itu penggunaan sendawa sebagai sumber nitrit dan nitrat secara luas pada proses curing untuk memperoleh warna merah yang seragam pada produk-produk daging yang diawet, seperti sosis, kornet, hamburger dan dendeng. Selain sebagai pembentuk warna dan bahan pengawet, nitrit dan nitrat dapat membentuk flavour yang lezat.
Sendawa yang mengandung nitrit dan nitrat baik di dalam makanan maupun di dalam saluran pencernaan mudah berubah, yaitu nitrat diubah menjadi nitrit, yang selanjutnya nitrit dipecah sehingga menghasilkan nitroso (NO).
Senyawa nitroso yang terserap dalam darah dapat mengubah haemoglobin menjadi nitrosohaemoglobin atau methaemoglobin yang tidak mampu mengangkut oksigen. Akibatnya penderita keracunan nitrit menjadi pucat, cianosis (kulit menjadi biru), sesak nafas, muntah dan shock. Kemudian penderita akan mati bila kandungan methaemoglobin lebih tinggi 70 %. Pada umumnya bayi lebih sensitif terhadap methaemoglobin daripada orang dewasa, 5 % methaemoglobin merupakan batas aman sebelum terjadi gejala klinis (keracunan).
Hasil penelitian menunjukkan dari 130 macam senyawa nitrosamin yang diuji, sekitar 80 % menunjukkan sifat karsinogenik, dengan potensi karsinogenik yang sangat bervariasi. Nitrosodimetilamin (NDMA) merupakan karsinogen kuat terutama pada hati dan kadang-kadang ginjal pada 6 spesies hewan percobaan dan nitrosodietilamin (NDEA) pada 20 spesies termasuk kera. Tidak satu pun hewan percobaan dapat bertahan terhadap aksi karsinogenik nitrosamin, oleh karena itu dapat dipastikan manusia pun dapat terserang.
Dibanding dengan karsinogen lain nitrosamin mempunyai kapasitas untuk menimbulkan kanker atau tumor pada bermacam-macam organ. Senyawa nitrosamin dianggap sebagai karsinogen yang sangat luas kemungkinannya.
Upaya pencegahan terbentuknya nitrosamin dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Histamin
Racun histamin terdapat pada ikan scombroid seperti ikan tuna, mackerel dan tongkol. Histamin yang ada merupakan hasil peruraian asam amino histidin oleh aktivitas bakteri yang mengkontaminasi ikan. Gejala keracunan adalah sakit kepala hebat, diare, mual, muntah-muntah, sulit menelan dan bentol-bentol pada kulit. Gejala timbul dalam waktu beberapa menit sampai satu jam setelah mengkonsumsi ikan dan akan hilang kurang lebih 12 jam. Pencegahan keracunan dapat dilakukan dengan segera memasak dan mengkonsumsi ikan setelah ditangkap dan ikan segera didinginkan dengan proses yang memadai.
[box]Intoksikasi karena Residu Pestisida[/box]
Pestisida yang diaplikasikan dalam lingkungan merupakan sebab utama terjadinya pencemaran di alam. Aplikasi pestisida yang dilakukan untuk mengendalikan organisme pengganggu baik ada tanaman dan hasilnya maupun pada manusia, sebagian jatuh sebagai endapan (deposit) pada permukaan bagian tanaman atau hasilnya, permukaan bagian bangunan dan permukaan tanah, sedangkan sebagian lagi terangkut ke air, udara dan organisme hidup lainnya yang berpindah-pindah tempat. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh bentuk formulasi pestisida, arah dan kecepatan angin, suhu dan alat aplikasi. Kadarnya dalam lingkungan lama kelamaan akan berkurang. Kecepatan berkurangnya atau lamanya pestisida di dalam lingkungan dinyatakan dengan waktu paruh (half life), yaitu waktu menurunnya kadar pestisida sampai dengan setengah dari pestisida yang dipaparkan ke dalam lingkungan (deposit). Residu pestisida yang persisten akan tetap tinggal sampai bertahun-tahun meskipun kadarnya makin berkurang di dalam tanah atau air. Berkurangnya pestisida persisten di dalam tanah karena diabsorpsi oleh akar tanaman, pencucian oleh air hujan dan dimakan oleh organisme air, sedangkan didalam air karena dimakan oleh organisme air. Hilangnya pestisida dari tanah merupakan kombinasi antara proses adsorpsi/desorpsi, pelindihan/difusi, penguapan dan degradasi. Oleh kaena itu hilangnya pestisida dari tanah pada umumnya mengikuti hukum kinetika orde pertama.
Aplikasi pestisida dalam memproduksi hasil pertanian yang tidak terkendali akan menimbulkan residu pestisida pada tanaman maupun ternak. Residu pestisida pada hasil tanaman biasanya berasal dari pestisida organophosphor, sedangkan pada hasil ternak dari golongan organoklorin.
Ikan yang keracunan insektisida Carbamat carbofuran apabila dikonsumsi dapat mengakibatkan sakit perut dan mencret selama 3 hari. Residu pestisida juga bisa terdapat dalam tubuh manusia. Orang yang bekerja di pabrik DDT selama 11 – 19 tahun, di dalam lemak badannya mengandung sekitar 647 ppm, sedangkan kadar rata-rata orang dalam populasi hanya sekitar 6 – 8 ppm. Konsentrasi DDT tersebut dalam tubuh manusia sebanyak 85 – 95 % berasal dari makanan, sisanya berasal dari udara, air, aerosol, kosmetik dan pakaian. Di Arizona, USA ditemukan pada ASI yang diambil dari ibu menyusui mengandung DDT sebanyak 0,093 – 0,50 ppm.
Penggunaan pestisida dapat menimbulkan keracunan baik yang bersifat akut maupun kronis. Keracunan akut adalah keracunan yang terjadi secara mendadak karena pemaparan kadar tinggi dapat menimbulkan kematian.
Keracunan akut diukur berdasarkan nilai dosis letal (LD-50). Keracunan kronis adalah keracunan yang disebabkan oleh pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparandalam jangka waktu singkat dengan akibat kronis.
Pestisida yang mengakibatkan paling banyak mengakibatkan keracunan adalah organofosfat dan karbamat, diikuti pentaklorofenol, rodentisida dan organoklorin. Penyebab keracunan sebagian besar bukan karena kontaminasi pestisida tetapi tercemarnya bahan makanan oleh pestisida.
Pestisida golongan khlorhidrokarbon seperti dieldrin, endosulfan, fanodan thiodan, sevidan, klordan dan lindan, dapat mengakibatkan keracunan dengan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, mencret, badan lemah, gemetar, kejang-kejang dan kesadaran hilang. Sedangkan gejala keracunaan pestisida golongan organofosfat (diazinon, azinfosmetil, klorfiritos, diklorvos, dimetoat) dan karbamat (karbaril, karbofuran) adalah timbulnya gerakan-gerakan otot tertentu, pupil mata menyempit menyebabkan pandangan kabur, mata berair, mulut berbusa dan berair liur banyak, sakit kepala, keringat banyak, detak jantung cepat, mual, muntah, kejang perut, mencret, sukar bernafas, otot tak dapat digerakkan atau lumpuh dan pingsan.
Dalam studi terhadap 63 kasus luar biasa (KLB) intoksikasi akibat pestisida, ada empat penyebab kontaminasi makanan yang berhasil diidentifikasi :
Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi residu pestisida adalah : 1) mencuci bahan makanan, residu carbamyl dapat hilang dengan pencucian sebanyak 66 – 87 %, DDT sebanyak 17 – 48 %, 96 % malathion dan parathion sebanyak 0 – 9 %; 2) Blansir dengan air panas, dapat menghilangkan DDT sebanyak 38 – 60 %, 49 –71 % parathion, dan 96 – 97 % carbamyl; 3 ) Pengolahan dengan proses pengalengan buah-buahan dapat menghilangkan 95 % residu stirofos. Sebaliknya proses pengolahan pada produk daging seperti penggodokan, pembakaran, penggorengan atau pemasakan dengan autoklaf tidak banyak mengurangi residu pestisida, karena kandungan lemak sebelum dan sesudah pengolahan tidak berubah.
Kepustakaan
Siti Fathonah, 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Fakultas Teknik Universitas Semarang
Racun dalam jamur / kapang